KEMBALI PADA SOAL PARAKLETOS TADI. INI BERERTI ORANG KRISTIAN TIDAK BOLEH MENERIMA KENABIAN MUHAMMAD. PADAHAL ORANG ISLAM SENDIRI TIDAK MENJADI MASALAH MENERIMA KENABIAN YESUS/ISA. APAKAH KITA TIDAK DITUDUH INTOLERAN ? BOLEH DIJELASKAN?
Begini, ya. Memang benar, Islam sangat menjunjung tinggi Isa A.S. sebagai Nabi. Bahkan gelar Firman Allah diterapkan bagi Baginda dalam al-Quran. Ini saya kemukakan dengan menyadari perbedaan makna teologis gelar itu dengan pengertian kita sebagai orang Kristen.
Nah, soal kenabian Muhammad ini ada kesulitan teologis bagi orang Kristen. Mengapa bagi Islam tidak ada kesulitan? Ya, karena 'Isa hadir sebelum Muhammad. Jadi, kendati Ibrahim, Musa, Yesus semua diakui, bahkan kalau Dr.Nurcholish Majid menganggap tokoh-tokoh spiritual di luar tradisi Semitik adalah juga nabi, seperti Buddha, Kong Hu Cu, dan masih banyak lagi, tetapi khataman Nabiyin (Penutup Nabi-nabi) adalah tetap Muhammad.
Bagaimana dengan "nabi-nabi" yang lahir setelah Muhammad? Mirza Ghulam Ahmad, misalnya, atau Muhammad Ba'haullah, pengasas aliran Baha'I? Nah, sulit bukan, bagi Islam mengakui dan menerima mereka ? Bagaimana dengan Dr.Rashad Khalifa dengan 'Kod 19'nya, Atau pun Aga Khan, dan lain-lain lagi dalam diunia Islam ?Ya, sama saja dengan umat Kristen. Bagaimanapun, kita sulit memberi tempat dengan adanya nabi-nabi. Sedangkan Yesus/Isa adalah kemuncak pengwahyuan Firman dan Sabda Allah itu sendiri, seperti disebut dalam Surat Ibrani 1:1-4. Begitulah pendirian kami.
KALAU MENURUT GEREJA-GEREJA ARAB SENDIRI, BAGAIMANA?
BUKANKAH ISLAM, KHUSUSNYA MUHAMMAD ADALAH 'SEORANG PEMBEBAS' BAGI MEREKA?
Secara politis, ya. Bahkan Sayidina Umar, sahabat Muhammad saja, diberi gelar al-Faruq (Pembebas) di Syria. Bahasa Suryani, Faruqa. Mengapa? Karena Umar bin Khatab telah membebaskan orang-orang Kristian Syria dari tangan imperialis Kristen Byzantium/Yunani. Apalagi Muhammad. Tetapi, ya itu tadi secara teologis yang sulit. Tapi, begini ya. Saya bertanya, mengapa orang Kristen enteng (mudah) saja menyebut tokoh-tokoh Hindu sebagai Reshi, Maharshi atau Sidharta Gautama sebagai Buddha. Padahal maknanya, yang sebenarnya mirip dengan Nabi.
Jawabannya, di sana tidak ada tabrakan atau perselisihan apa-apa secara terminologis, sebab bukankah istilah saja yang beda? Tetapi Islam dan Kristen ini, tabrakan dan ketidak-sefahaman. Sebab kan term-term teologis sama, ada Rasul, Nabi, Taurat, Injil, Ruh al-Qudus dan sebagainya, yang kadang-kadang dipakai term dan istilah yang sama tetapi jauh berbeda maknanya!
Sebalik, pokok iman yang sama, diungkapkan dalam istilah yang beda. Nah, saya usulkan agar diparalelisasikan dalam pemahaman. Misal, Muhammad itu ya memang Nabi. Maksud saya, nabi bagi umat Islam dan bukan nabi umat Kristen. Apa salah kita katakan begitu?
Dalam Alkitab, Titus 1:12-13 Paulus saja menyebut seorang ahli falsafah Yunani sebagai "nabi" kok. Bahasa aslinya, prophetes. Tetapi maksud, "nabi mereka". Sudah tentu nabi dalam makna yang mereka fahami, yaitu orang-orang Kreta. Begitu juga Nabi Muhammad. Kita boleh memahami seperti pemahaman Paulus terhadap "nabi orang Kreta".
Dalam tradisi keKristenan Syria, kita mengenal kisah Bahira menjumpai Muhammad tatkala ia masih berusia remaja. Penulisan adalah salah seorang Bapa Gereja Syria sendiri, Ibnu al-Ibri yang hidup pada abad ke-13, dalam kitab Tarikh al-Mulukiyah (Riwayat Raja-raja). Orang Barat menyebut bar Habreaus.
Dalam kitab ini dikisahkan, ketika melihat Muhammad, rahib Bahira berkata: "Anak ini akan menjadi orang yang linuwih, pinunjul. Dan kebesarannya akan mengatasi batas bangsa-bangsa". Di sini, walaupun nilai-nilai rohani dari agama lain dijunjung tinggi, tetapi ia tidak sekali pun menenggelamkan jati diri keKristenan kita sendiri. Apa yang mau ditekankan dari kisah ini? Pertama, kebaikan itu tetap kebaikan, dari mana pun jua asalnya. Sebalik, brengsek itu tetap brengsek , meskipun ada dalam agama kita sendiri. Kedua, dengan menghindari sebutan "nabi" untuk Muhammad dalam kitab itu, Bapa Gereja Syria tetap menjaga identiti imannya. Maksudnya, agar tidak terjadi pertelingkahan tadi.
Singkatnya, dalam dialog kita jangan usah terlalu bercita-cita tinggi menyatukan perbedaan. Bagaimana, misal, Islam menuntut kenabian Muhammad kepada kita orang Kristen. Atau sebalik. Sedangkan definisi nabi antara keduanya saja mungkin kita sebelum sepakat atau belum sama.
TERM DAN ISTILAH-ISTILAH YANG SAMA KADANG-KADANG DIPAHAMI DALAM MAKNA YANG BERBEDA. BOLEH DIBERIKAN CONTOHNYA ?
Contohnya, apa ya? Istilah Rasul, misalnya. Dalam Islam, rasul adalah seorang nabi juga. Ada yang mendefinisikan, seorang nabi belum tentu rasul. Tetapi seorang rasul sudah pasti nabi. Jadi, rasul lebih tinggi daripada nabi. Sebab nabi dan rasul sama-sama mendapat wahyu. Seorang rasul wajib mempaikan wahyu itu kepada umat.
Nah, dalam Kristen istilah Rasul itu berasal dari bahasa Ibrani Shelihah. Bentuk jamak Shelihim. Kisah rasul-Rasul, bahasa Ibraninya: Miph'a lot ha-Selihim. Konteks sama sekali berbeda dengan istilah rasul dalam Islam. Istilah shelihah berasal dari sinagoge Yahudi, yaitu wakil dari imam (kohen) dalam mempimpin ibadah. Nah, Yesus dalam iman Kristen diyakini sebagai imam besar (kohen haggadol) menurut nubuat dalam Mazmur 110:4.
Dalam konteks seperti ini, murid-murid Yesus adalah para "shelihah" Yesus sebagai Imam Besar. Dalam Alquran, murid-murid Yesus digelari sebagai Hawariyin. Ternyata sebutan Hawari berasal dari bahasa Habshi/Etiopia. Maknanya sama dengan shelihah tadi. Tetapi entah sebelum zaman Islam atau sesudah istilah rasul diterapkan bagi murid-murid Isa dalam bahasa Arab.
Tetapi yang jelas, ketika umat Islam memahami kata Rasul dalam ertikata Islam, dan menerapkannya bagi iman Kristian, maka ketika membaca Injil dan di sana ada Rasul Petrus, Rasul Matius, dan lain-lain, akan terasa aneh. Istilahnya sama, tetapi muatan ertinya berbeda. sumber